Bogor RayaEkBisJabarKota BogorNasional

ICBB Ke 9 Beberkan Perkembangan Biomassa dan Bioenergi di Indonesia

BogorInNews – Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) IPB University berkolaborasi dengan International Society of Biomass and Bioenergy (ISBB) dengan dukungan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menggelar International Conference on Biomass and Bioenergy (ICBB) ke-9 secar hybrid di IPB Internasional Convention Center (IICC) Botani, Kecamatan Bogor Tengah pada Senin 5 sampai Selasa 6 Agustus 2024.

Diketahui, konferensi yang di sponsori oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) adalah salah satunya dalam rangka mempromosikan SAWIT BAIK kepada internasional. Konferensi kali ini mengusung tema ‘AI Innovation and Global Collaboration for Bioenergy in the Decarbonization Era’, sehingga menjadi kegiatan positif dalam rangka diseminasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang biomassa serta bioenergi untuk mendukung dekarbonisasi.

Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi dan Pengembangan Agromaritim, Prof. Dr. Ernan Rustiadi menuturkan, alhamdulillah sejak Kementerian ESDM sekarang ada direktorat jenderal bio energi dan sebagainya, sekarang banyak kemajuan dari sisi kebijakan. Untuk di perguruan tinggi tentu mengembangkan inovasinya, teknologi dan risetnya salah satu pusatnya di SBRC.

“Ya, banyak menghasilkan riset riset tentang energi baru terbarukan, bio material dan lainnya SBRC. Karena kami tahu sawit sekarang bisa dibidang sistem pertanian monocultur terluas di Indonesia, untuk 15 tahun lalu masih padi, sekarang sudah sawit. Dan sayangnya kita masih fokus memanfaatkan minyaknya saja, dilapangan setelah misalnya peremajaan batang sawit itu hanya dipotong-potong dan direbahkan,” ungkap Ernan disela acara.

Ernan melanjutkan, tetapi sekarang ada BPDPKS yang mendanai riset-riset semua bagian tanaman sawit. Untuk di IPB, pemanfaatan produk sawit macam-macam ada yang sudah jadi kain, baju anti peluru, ada helm dan sebagainya.

“Jadi riset-riset terkait pemanfaatan produk sawit itu banyak sekali di IPB University,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC), Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli memaparkan, sekarang lebih umum ya, bio sawit tentu ada energi panas maupun bahan bakar (biofuel) untuk kendaraan. Konferensi hari ini karena sudah yang ke 9, tidak hanya dibatasi oleh sawit tapi bisa bio masa yang lainnya contohnya kalau limbah pertanian jerami, kemudian limbah pertanian yang lain ranting-ranting kayu dan bio gas.

“Ya, untuk memproduksi bio gas, termasuk juga yang kami cover yang baru adalah untuk bio aftur untuk bahan bakar pesawat. Memang skala bio energi tentu sumbernya dari yang paling utama ketersediaan bahan bakunya setelah itu kami prosesing, konversinya salah satu misalnya dari kayu di konversi menjadi bio chip untuk cofiring program juga line conferensi. Semisalnya tadi bio diesel kemudian yang lain kami konversi menjadi diesel. Jadi sudah otomatis kalau hilirnya, sudah dipakai dan kemudian bio gas juga sudah dipakai,” jelasnya.

Ditempat yang sama, Direktur Aneka EBT, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Andriah Feby Misna memaparkan, alhamdulillah bio energi, bio fuel, bio diesel khususnya punya insentif dari BPDPKS. Melihat untuk harga energi keterbarukan itu masih lebih mahal daripada energi fosil, tetapi kalau melihat dari sisi manfaatnya untuk lingkungan ini jauh lebih bagus. Karena memang bisa mengurangi emisi gas dengan memanfaatkan energi energi terbarukan.

“Memang insentif menjadi salah satu hal yang dibutuhkan untuk bisa mendorong pengembangan energi terbarukan ini dan alhamdulillah misalkan untuk bio diesel kita sudah memiliki dana dari BPDPKS. Harapannya untuk bio masa dan yang lain mungkin bisa di support, kami juga dari sisi pemerintah mencoba untuk melihat bagaimana agar harga bio energi terjangkau untuk masyarakat,” terangnya.

“Saya ucapkan selamat dan sukses untuk ICBB ke 9 mudah-mudahan forum ini nanti bisa ada diskusi antar stackholder dan para peneliti. Tentunya untuk bisa mengembangkan inovasi-inovasi kedepan dalam penggunaan bio masa maupun bio energi, dalam mendukung upaya transisi bio energi menutu zero emision,” tambah Feby.

Kepala Divisi Program Pelayanan pada BPDPKS, Arfie Thahar menuturkan, BPDPKS lembaga yang tugasnya pendanaan jadi tidak hanya disisi hilir, harus menyiapkan disisi hulu. Jadi terintegrasi, itu yang diperlukan pihaknya menyiapkan supaya produk meningkat terutama yang di lahan milik petani swadaya dan siap juga hilirnya untuk dapat menyerap hasil itu.

“Tadi saya sebutkan kalau kita masih ekspor dalam bentuk CPO atau yang setengah jadi masih dalam bentuk RPDPO, kami ingin sudah diolah lebih hilir dan velue addict nya dimanfaatkan di dalam negeri. Makanya BPDPKS memberikan pendanaan untuk riset yang nanti mendorong kearah hilirisasi supaya kita mempengaruhi harga di luar negeri dan kita bisa menggunakan sepenuhnya di dalam negeri. Tentu perlu diekspor dan kami memenuhi kebutuhan di dalam nasional supaya mengurangi impor,” terangnya.

Arfie menjelaskan, anggaran untuk riset sendiri setiap tahun itu sekitar Rp150 miliar, jadi setiap tahun rata-,rata penyerapannya segitu. Jadi pada program riset tidak membatasi satu anggaran. Misalnya satu penelitian kita danai betul-betul sesuai kebutuhan penelitiannya, jadi rata-rata setiap tahun dengan kebutuhan penelitiannya yang mengusulkan ke BPDPKS rata rata kenyerapannya sekitar Rp130 miliar pertahun.

“Setiap tahun BPDPKS membuka proposal grand riset sawit, setiap tahun kami mendanai sekitar 50 sampai 60 penelitian baru. Kami juga tetap mendanai penelitian yang sedang berjalan, karena penelitian kami itu sifatnya tahun jamak. Jadi berselang satu sampai tiga tahun. Kalau dirata-rata kami mendanai setiap tahun sekitar 100 penelitian,” pungkasnya. (REK)

Exit mobile version