BogorInNews – Kebun Raya Bogor (KRB) berkolaborasi dengan tiga influencers yaitu Anjasmara Prasetya, Diah Palupi dan Putu Sutha menggelar kegiatan Charity Fun Run 5K dengan tema ‘Keliling Kebun’ yang melibatkan 600 pelari untuk menyusuri Kebun Raya Bogor pada Sabtu 28 September 2024.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menggalang dana dan membantu masyarakat di dalam penyediaan air bersih pada desa-desa yang membutuhkan di wilayah di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), terutama untuk penyandang disabilitas yang menghadapi hambatan besar karena kurangnya air bersih.
Diketahui, melalui Plan Indonesia, seluruh pemasukan dari kegiatan ini akan digunakan untuk membangun fasilitas air bersih berupa sumur bor atau instalasi jalur distribusi air bersih dari sumber/mata air disalurkan ke setiap rumah penduduk, atau metode lain yang dirasakan lebih sesuai untuk desa target.
Salah satu partisipan progam Water for Women, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia), Baiq Hadijah menuturkan, jadi penyandang disabilitas bersama anak-anak dan warga desa lainnya di NTB dan NTT, harus membeli atau antre berjam-jam untuk mendapatkan air setiap hari. Bahkan rute perjalanan sering tidak aman dan adanya biaya tambahan jika harus membeli air.
“Ya, kondisi ini menggandakan beban mereka dan mempersempit ruang untuk hidup sehat dan berdaya. Banjir bandang dan kekeringan telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir, orang-orang dengan disabilitas adalah salah satu yang terkena dampak dan paling tertinggal dalam masalah air dan sanitasi,” ungkap Baiq di KRB usai acara pada Sabtu 28 September 2024 sore.
Sementara itu, salah satu influencers, Anjasmara Prasetya menuturkan, managernya yaitu Diah Palupi, beberapa waktu lalu pergi ke NTT dan sepulangnya dari sana dia menceritakan tentang kondisi di desa-desa NTT banyak yang tidak memiliki sarana air bersih.
“Hal ini menggerakan hati saya untuk bersama-sama membuat sebuah kampanye penggalangan dana, agar bisa membantu pembangunan sarana air bersih di desa yang membutuhkan. Salah satu yang terpikirkan oleh kami adalah kampanye penggalangan dana sambil lari gembira atau fun run. Kegiatan ini mudah diikuti oleh semua orang, sehingga mudah-mudahan makin banyak masyarakat yang mau membantu,” ungkap Anjasmara kepada wartawan.
Sementara itu, Direktur Resource Mobilization, Plan Indonesia Linda Sukandar mengatakan, bahwa pihaknya menyambut baik inisiatif ini.
“Kami sangat berterima kasih kepada mas Anjas, mbak Diah serta bli Sutha yang telah menginisasi dan menggalang dana untuk membantu anak-anak di NTT dan NTB untuk mendapatkan air bersih. Semoga inisiatif ini dapat menginspirasi dan mendorong lebih banyak lagi dukungan dari masyarakat. Sehingga target kami tahun ini untuk menghadirkan akses air bersih yang mudah dijangkau di setidaknya 3 desa di NTB dan NTT dapat terwujud,” tutur Linda.
Linda melanjutkan, dengan mendekatkan akses air bersih kepada masyarakat, anak-anak di desa target tidak lagi perlu berjalan jauh untuk mengambil air bersih, dan mendapatkan haknya untuk bermain dan belajar seperti anak-anak lain.
Kondisi Kurangnya Air Bersih di NTB dan NTT, karena sebagian penduduknya berada di wilayah yang memiliki geografis berlereng dan berbatu serta mengalami musim kemarau panjang dan curah hujan yang rendah.
“Mengakibatkan permasalahan air bersih menjadi isu yang mengakar di kehidupan warganya. Mulai dari lokasi sumber air yang jauh dari pemukiman, sumber air yang mengering di musim kemarau hingga perubahan iklim yang membuat semakin langkanya sumber air bersih. Setiap hari, warga di desa-desa yang sulit air bersih, harus berjalan kaki dan melalui perbukitan terjal atau melewati jalur yang tidak aman, terutama bagi anak dan perempuan,” paparnya.
Linda menjelaskan, lamanya perjalanan juga antrian yang panjang di sumber air, membuat mereka kerap kali harus berjalan hingga petang hari. Kondisi ini membuat mereka rentan menjadi korban kekerasan seksual. Krisis air bersih dan sanitasi ini menjadi beban berat bagi perempuan, yang sampai saat ini masih menjadi penanggung jawab ketersediaan air bersih di rumah untuk kebutuhan memasak, mencuci dan minum.
“Dengan tanggung jawab ini, banyak dari mereka yang terganggu aspek pendidikannya hingga terancam dinikahkan pada usia anak akibat rendahnya perekonomian keluarga.
Hasil riset peneliti IRGSC tahun 2022 menunjukan warga Kota Kupang, NTT menghabiskan 17-40 persen penghasilannya untuk membeli air dari berbagai sumber,” jelasnya.
Masih kata Linda, hal ini berbanding terbalik dengan kota-kota lain yang hanya menghabiskan maksimal 10 persen penghasilannya untuk air bersih.
NTB khususnya Lombok juga memiliki musim kemarau yang panjang dan curah hujan yang rendah, sehingga sumber air tanah menjadi terbatas. Selain itu, medan yang berbukit-bukit menyulitkan pendistribusian air bersih ke seluruh wilayah. Jaringan pipa air bersih di Lombok masih belum menjangkau seluruh wilayah, terutama di daerah pedesaan.
“Saat musim kemarau, sebagian besar warga mengandalkan air hujan atau membelinya yang tentu saja membebani biaya rumah tangga. Keterbatasan akses air bersih berdampak pada buruknya sanitasi, sehingga masyarakat rentan terhadap segala macam penyakit,” pungkasnya.(NDI)