Bogor RayaKota BogorNasional

Guru Besar IPB University Sebut Pencemaran Laut Sebagai Ancaman Global bagi Sumber Daya Kelautan

BogorInNews – Guru Besar IPB University, Prof. Dr. Ir. Tri Prartono, mengungkapkan pencemaran laut sebagai ancaman global terhadap keberlanjutan sumber daya kelautan. Selain pencemaran, pemanasan global, pertambangan, penangkapan ikan berlebihan, wisata tidak terkontrol, pengasaman laut, sedimentasi dan perusakan hutan mangrove juga menjadi ancaman bagi sumber daya laut.

Prof. Tri menjelaskan, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya hayati laut yang didukung oleh ekosistem tropis seperti mangrove, lamun, dan terumbu karang.

“Sumber daya laut kita memberikan kontribusi signifikan sebesar 50 juta ton per tahun untuk produksi perikanan dan menyumbang 7,9 persen terhadap PDB nasional,” ungkap Prof. Tri kepada wartawan dalam konferensi pers pada Kamis 23 Januari 2025.

Prof. Tri menjelaskan, keberlanjutan sumber daya laut Indonesia harus dijaga melalui pengelolaan yang sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 14, yaitu menjaga kehidupan di bawah laut.

“Salah satu ancaman utama adalah pencemaran logam berat. Logam berat dapat terabsorpsi oleh organisme seperti kerang, udang, rumput laut dan ikan, yang pada akhirnya berdampak buruk bagi manusia yang mengonsumsinya,” jelas Prof. Tri.

Prof. Tri memaparkan, kajian logam berat di air dan sedimen selama periode 2015–2024 menunjukkan indikasi pencemaran tinggi di wilayah seperti Teluk Jakarta, Tanjung Pinang, Lhokseumawe, Ambon, dan Sumatera Utara.

“Logam berat seperti nikel, arsenik, kadmium dan merkuri di sedimen Teluk Jakarta telah melebihi ambang batas, dengan tingkat pengayaan logam berat yang sangat tinggi,” paparnya.

“Namun, wilayah seperti pesisir Merauke relatif belum tercemar, kecuali untuk logam arsenik yang terdeteksi pada kadar cukup tinggi,” tambah Prof. Tri.

Prof. Tri menekankan, pentingnya memasukkan logam berat dalam parameter Indeks Kualitas Air Laut (IKAL). Sebab, selama ini, kajian perairan bersih hanya mempertimbangkan parameter seperti padatan tersuspensi, oksigen terlarut, dan fosfat, tanpa memasukkan logam berat.

“Padahal, logam berat memberikan dampak signifikan terhadap kualitas lingkungan laut,” terangnya.

Ia membeberkan, sebagai contoh, pada 2023, perairan Teluk Jakarta dinilai memiliki IKAL kategori baik dengan nilai 74,27–81,74. Namun, Indeks Pencemaran Logam Berat (HPI) menunjukkan bahwa perairan tersebut sebenarnya sudah tercemar. Untuk mengatasi pencemaran, Prof. Tri merekomendasikan langkah strategis, seperti integrasi analisis geokimia logam berat dalam kebijakan nasional, peningkatan monitoring di wilayah pesisir menggunakan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) dan pemanfaatan data partisi geokimia logam berat untuk mendeteksi sumber pencemaran.

“Langkah-langkah ini penting untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang kualitas lingkungan laut dan mendukung keberlanjutan sumber daya kelautan Indonesia,” pungkasnya.(REK)

Exit mobile version