BogorInNews – Himpunan Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (HAE) IPB University atau dikenal dengan rimbawan IPB University memprakarsai kontribusi pemikiran untuk pembangunan kehutanan berkelanjutan. Hal ini diungkapkan Ketua Umum HAE IPB University, Bambang Hendroyono, pada seminar nasional Hari Pulang Kampus Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University ke-19 (HAPKA XIX) di IPB Internasional Convention Center (IICC) Botani, Kecamatan Bogor Tengah pada Sabtu 10 Agustus 2024.
Bambang menuturkan, bahwa selama dua dekade terakhir, telah terjadi transformasi pada sektor kehutanan yang berdampak signifikan terhadap produktivitas dan keberlanjutan pengelolaan hutan di Indonesia.
“Kebijakan satu peta, perhutanan sosial, moratorium pemberian izin di hutan alam primer dan gambut, multiusaha kehutanan, Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK), FOLU Net Sink 2030, dan restorasi gambut dan mangrove merupakan beberapa transformasi yang signifikan berdampak bagi pengelolaan hutan berkelanjutan di Indonesia,” ungkap Bambang.
Bambang memaparkan, prinsip dasar dalam merumuskan transformasi yang komprehensif, dimulai dari scientific-based, rule-based, practical-based, evidence-based, hingga best practices. Prinsip-prinsip ini akan mengurai kompleksitas pengurusan hutan Indonesia dan pentingnya keberlanjutannya bagi lingkungan serta masyarakat.
“Seminar Nasional HAPKA XIX merupakan puncak dari Webinar Nasional HAPKA XIX yang telah dilaksanakan sebanyak tiga kali. Tiga isu besar pengelolaan hutan berkelanjutan telah dibahas, ‘Tata Kelola Hutan’, ‘Nilai Ekonomi Hutan’ dan Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan,” papar Bambang yang juga merupakan Sekretaris Jenderal KLHK.
Bambang mengingatkan kembali bahwa hutan Indonesia memainkan peran signifikan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di tingkat nasional dan global. Peran hutan juga sangat penting dalam kontribusi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui upaya-upaya peningkatan produktifitas, diversifikasi usaha kehutanan hulu dan hilir, nilai ekonomi pangan, energi, air, dan kesehatan.
“Pentingnya integrasi kebijakan dan sinkronisasi program sektor kehutanan antara Pemerintah Pusat (KLHK) dengan pemerintah daerah. Apalagi tahun 2024 ini merupakan tahun transisi menjelang berakhirnya RPJPN I 2005-2024 dan RPJMN 2019-2024, serta menyongsong RPJPN II 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029 sehingga hal tersebut menjadi sangat penting untuk mengintegrasikan Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) 2011-2030 kedalam perencanaan nasional tersebut untuk menjamin pengelolaan hutan berkelanjutan,” jelas Bambang.
Bambang juga menekankan pengelolaan hutan berkelanjutan untuk Indonesia Emas 2045 akan berhasil dan optimal apabila menerapkan konsep pengelolaan terintegrasi antara daratan dan lautan sebagai satu-kesatuan ekosistem (Integrated Landscape-Seascape Management Approach). Ia juga mendorong agar Bonus Demografi yang dihadapi bangsa ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.
“Berikanlah peran dan perhatian serius kepada generasi muda dalam hal pendidikan, kesehatan, kemampuan teknologi, karakter kreatif, adaptif dan inovatif,” terang Bambang.
Selain itu, Bambang mengingatkan agar kolaborasi multipihak pada level lokal, nasional, regional dan internasional dalam menghadapi Triple Planetary Crisis (perubahan iklim, polusi/pencemaran dan kehilangan biodiversity) merupakan collective action yang harus terus diperjuangkan.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Anggia Ermarini menjelaskan, bahwa ada tiga hal prioritas yang perlu diperhatikan dalam mendukung keberhasilan sistem pemerintahan dan tata kelola di Indonesia. Pertama, pentingnya dukungan sistem terhadap berbagai aspek, termasuk kepastian hukum dan tata kelola kehutanan dan lingkungan oleh pemerintah, serta seluruh infrastruktur yang mendukung sistem itu berjalan dengan baik.
“Kedua, perubahan cara berpikir, baik di kalangan pemangku kebijakan, pelaku usaha, legislatif, masyarakat sipil, maupun masyarakat adat. Hal ini penting agar hutan dan lingkungan tetap lestari, namun ekonomi tetap berjalan dan masyarakat sejahtera. Ketiga, law enforcement menjadi sangat penting karena di situlah tantangannya ketika kita berbicara tentang kehutanan dan lingkungan. Selain itu, terbitnya Undang-Undang 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pada tanggal 7 Agustus 2024 lalu memperluas kesempatan dan kebermanfaatan bagi masyarakat,” tuturnya.
Ditempat yang sama, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB University, Prof. Dodik Ridho Nurrochmat menambahkan, bahwa Indonesia perlu mengevaluasi sejauh mana target-target terkait pengelolaan lingkungan dan kehutanan dalam rencana Indonesia Emas 2045 dapat tercapai dan memahami dampaknya terhadap lingkungan. Saat ini, sektor kehutanan belum didefinisikan secara jelas dalam visi tersebut. Berdasarkan evaluasi hasil publikasi dari 2021 dan 2022, Indonesia masih menghadapi tantangan besar untuk menjadi negara maju pada 2045.
“Untuk menjadi negara maju tidak hanya bergantung pada PDB, tetapi juga pada kesejahteraan, layanan publik, dan indikator lainnya. PDB Indonesia baru berada pada kisaran 4000 USD. Oleh karena itu, perbaikan tata kelola (governance) diperlukan agar Indonesia dapat mencapai target pertumbuhan dan kesejahteraan yang lebih tinggi pada 2045,” jelas Prof. Dodik. (DIK)